SELAMAT DATANG....

Semoga Blog saya ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan sesama bloger ataupun untuk kalangan mahasiswa dan umum. Atas segala kekurangan dalam Blog ini saya mohonkan maaf. Saya harapkan rekan-rekan dapat memberikan masukan dan kritikan serta memberikan sharing ilmunya untuk kemajuan kita bersama. Terima Kasih...

Aturan Baru Tender

Oleh: Dr. Ir Agus Prabowo

Menciptakan persaingan usaha yang sehat, efisiensi belanja negara, sekaligus public service delivery, dapat diwujudkan melalui instrumen pengadaan (procurement) yang kredibel. Mekanisme pengadaan yang menggunakan uang negara saat ini diatur oleh Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedomana Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Dalam APBN Perubahan 2010, jumlah belanja pemerintah pusat dan daerah mencapai Rp1.126 triliun. Sekitar 35% atau sekitar Rp394 triliun diantaranya adalah anggaran belanja barang dan jasa. Kalau pemerintah mampu menghemat 10% saja, berarti ada Rp39 triliun yang bisa diselamatkan. Nilai penghematan itu setara dengan biaya membangun delapan Jembatan Surabaya–Madura.

Saat ini Keppres 80/2003 telah direvisi. Meski masih menunggu paraf dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, aturan revisi ini sedang disosialisasikan. Hasilnya, BUMN dan BUMD yang sebelumnya memiliki pedoman tender sendiri mulai mengacu ke revisi Keppres 80/2003. Contohnya PLN dan Bank Jabar yang akan memakai aturan tender internal perusahaan berdasarkan revisi Keppres 80/2003.

Substansi aturan pengadaan barang dan jasa ini lebih komprehensif dari sebelumnya. Sebab aturan baru ini menyangkut perubahan struktur maupun substansi pengaturannya. Dengan demikian, kita akan melahirkan aturan baru” pengadaan barang/jasa tanpa meninggalkan prinsip-prinsip good governance yang telah dianut oleh Keppres 80/2003, seperti efisien dan efektif, terbuka dan bersaing, transparan dan akuntabel.

Dibandingkan dengan Keppres 80/2003, dalam aturan baru nanti akan dijumpai beberapa perbedaan prinsip. Pertama, ada keharusan membentuk unit layanan pengadaan (ULP). Fungsi ULP untuk memproses pengadaan/tender secara rutin dan professional. Ini semacam procurement unit di perusahaan besar atau lembaga multinasional. Jumlah dan posisi kelembagaan ULP diserahkan ke menteri atau kepala daerah masing-masing sesuai kebutuhan. Yang penting, lembaga itu harus terbentuk sebelum 2014.

Procurement unit ini harus diisi oleh pejabat yang kompeten (bersertifikat ahli pengadaan) yang integritasnya terjamin. Pembentukan procurement unit ini merupakan keniscayaan dalam manajemen modern.

Janji pro UMKM

Kedua, ada keharusan untuk melaksanakan pengadaan secara elektronik atau e-procurement mulai 2012. Karena, sistem ini diyakini lebih cepat, lebih murah, lebih transparan, dan bebas dari aksi premanisme atau mafia tender yang sampai sekarang masih berkeliaran.

Dewasa ini E-proc telah dilaksanakan di sekitar 50 instansi, pusat dan daerah, dan hamper 30.000 pengusaha telah terdaftar ke dalam sistem ini. Target sampai akhir 2010 nanti bertambah lagi dengan 100 instansi baru. LKPP telah siap dengan program aplikasi dan pelatihan secara gratis.

Ketiga, pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada pejabat pengadaan. Pelaksanaan pengadaannya didelegasikan kepada pejabat pembuat komitmen (PPK) bersama ULP atau panitia pengadaan.

Penunjukan langsung yang semula dibatasi sampai dengan Rp500 juta, kecuali untuk jasa konsultasi tetap Rp50 juta. Diperkenalkan pula pelelangan (seleksi sederhana) untuk pengadaan di bawah Rp200 juta. Prosesnya lebih cepat dan sederhana karena cukup diikuti oleh minimal tiga peserta saha, memakai metode evaluasi lelang dengan sistem gugur, kecuali untuk pekerjaan yang bersifat kompleks.

Keempat, berpihak pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Paket pekerjaan untuk usaha kecil, yang sebelumnya hanya sampai dengan Rp1 miliar, sekarang dinaikan menjadi Rp2,5 miliar.

Selain itu, persyaratan untuk peserta tender juga dipermudah. Konsep kemampuan dasar (KD), yang menggambarkan kapasitas pengusaha untuk mengikuti lelang dengan nilai tertentu dengan dasar pengalaman sebelumnya, diperlonggar. Bahkan untuk supplier barang sama sekali dihapuskan.

Kelima, ketentuan khusus sayembara dan kontes. Barang atau jasa yang sifatnya hasil kreativitas, gagasan, inovasi, riset, atau produk seni budaya kita apresiasi dengan harga tinggi. Contohnya: arsitektur, desain, benda seni, seni pertunjukan, music, film, permainan interaktif, peranti lunak, riset dan pengembangan teknologi.

Hasil kreativitas itu tidak cocok ditenderkan karena sangat spesifik dan sulit ditentukan harga satuannya. Karena itu, pengadaan hasil kreativitas melalui sayembara atau kontes, bukan melalui tender.

Keenam, pembelian langsung untuk barang/jasa khusus. Contohnya obat, bahan obat, alat kesehatan habis pakai yang jenis dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, mobil, sepeda motor, atau kendaraan bermotor lainnya dengan harga khusus untuk pemerintah (GSO) yang telah dipublikasikan, sewa penginapan/hotel, lanjutan sewa gedung/kantor. Item tersebut boleh dibeli langsung tanpa tender karena harganya sudah terbuka di pasar, dan harga itu diyakini telah melalui persaingan yang sehat.

Ke depan, dengan prinsip seperti itu, direct purchasing akan terus ditingkatkan sehingga akhirnya hanya pekerjaan konstruksilah yang masih harus ditender. Prinsip ini juga menantang para produsen untuk terus bersaing secara sehat dan membuka harga di pasar secara transaparan. Ujungnya, kita berharap pengadaan barang dan jasa di lembaga pemerintah bisa berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Semoga.

Penulis adalah Deputi Bidang Pengembangan, Strategi, dan Kebijakan Lembaga Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).

sumber: http://www.lkpp.go.id/v2/berita-detail.php?id=5576681497

Top Posting